Agustus 01, 2016

Creepypasta - The Real part 1/4

The Real (part 1/4)
creepypasta jepang, creepypasta indonesia, kumpulan creepypasta

Catatan penerjemah (baca baik2 sebelum membaca cerita ini):
"Real" adalah cerita bersambung yang diambil dari blog okaruto.tumblr. Cerita ini mengisahkan pengalaman seorang pemuda yang iseng-iseng melakukan sebuah ritual memanggil hantu yang berujung pada pengalaman yang mengerikan. Cerita ini cukup pendek, hanya terdiri atas 4 bagian.

Aku tak yakin cerita ini dikutuk dan aku sendiri juga tak pernah percaya pada cerita2 yang "katanya" dikutuk. Namun tepat pada malam saat pertama kali menerjemahkan cerita ini, aku dihantui mimpi buruk. Aku tak bisa menceritakan detail mimpiku, namun ada elemen yang sama dengan cerita yang kuterjemahkan ini. Dan percayalah, mimpi itu sangat buruk, hingga2 aku terbangun karena terlalu takut. Hal ini sangat aneh karena kejadian seperti ini baru pertama kali terjadi, bahkan sudah bertahun-tahun aku tak pernah mengalami mimpi buruk.

Bukannya aku ingin menakut-nakuti kalian, namun aku harus memperingatkan agar kalian jangan terlalu menghayati cerita ini terlalu dalam. Bacalah dan jangan terlalu diingat-ingat.

Dan mungkin karena alasan ini, aku akan berhenti dulu menerjemahkan cerita2 seram untuk beberapa waktu. Selain karena kesibukan, aku juga tak ingin hal yang sama terjadi lagi. Namun jangan khawatir, jika situasi sudah agak tenang dan jika pekerjaanku sudah tidak sesibuk sekarang, aku akan secepatnya meng-update riddle2 dan urban legend di blog ini.

NB: Beberapa detail dalam cerita ini sudah kuubah dari versi aslinya, terutama bagian akhirnya. Jadi jangan heran jika cerita ini agak berbeda dengan yang ada di blog okaruto.


- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -


         Cerita ini mungkin tidaklah menarik bagi kalian sehingga aku akan menjaganya tetap sesingkat mungkin. Namun maaf jika kenyataannya cerita ini terlalu panjang. Inilah ceritaku.


         Pertama, kalian perlu mengetahui bahwa kerasukan atau diikuti oleh sesuatu yang bukan berasal dari dunia ini sama sekali tidaklah menyenangkan. Segalanya sangat berbeda dengan yang biasa kita lihat di televisi. Berdasarkan pengalamanku sendiri, lepas dari cengkeraman makhluk semacam itu tidaklah mudah. Satu atau dua kali upacara pembersihan tidaklah membantu.


         Kenyataan ini, walaupun tidak menyenangkan untuk didengar, perlu kukatakan kepada kalian. Jujur, tak semua orang yang mengalaminya bisa diselamatkan.


         Ceritaku sendiri dimulai dua setengah tahun lalu. Sebelum kejadian itu, kehidupanku berjalan sangat normal. Dari luar, kehidupanku amatlah sempurna. Namun masalahnya, kita takkan pernah tahu kapan semua itu akan direnggut dari kita. Tak seorangpun tahu.


         Kurasa aku harus memulainya dari awal. Pada saat itu, umurku baru 23 tahun. Aku baru saja mulai bekerja di sebuah perusahaan di Tokyo. Aku bekerja sangat keras karena baru saja lulus kuliah dan ingin melakukan semuanya dengan benar. Perusahaanku itu bukanlah perusahaan besar dan tak banyak pekerja yang berusia sama denganku. Dan bisa kalian tebak, di tempat seperti itu, para pegawai yang sama-sama berusia muda akan berakhir menjadi sahabat karib.


         Satu pemuda yang menjadi sangat dekat denganku bernama Ogawa. Ia berasal dari wilayah timur laut Jepang dan sepertinya tahu akan segala hal. Ia tidak memiliki banyak teman dekat. Bahkan kupikir, mungkin hanya aku sajalah sahabatnya di sini. Tak ada orang yang berani mengatakan hal ini di depannya, namun dia itu ... yah, bisa dibilang agak aneh.


         Sebagai contoh, ia akan mengatakan sesuatu seperti: "Jika kamu melakukan ini, maka ini yang akan terjadi ..." atau "Dia sedang menuju ke sini ...". Orang-orang yang gemar mengatakan hal seperti itu akan dianggap sok tahu, namun tidak dengan Ogawa. Apapun yang ia katakan pada akhirnya akan menjadi nyata. Awalnya, aku hanya berpikir itu semua adalah sebuah lelucon.


         Gaji yang kuperoleh dari pekerjaanku ini jauh lebih besar ketimbang yang biasa kuhabiskan saat kuliah. Karena itu aku tak pernah menghabiskan waktuku di rumah dan selalu berakhir pekan dengan berpesta dengan teman-temanku. Pada permulaan Agustus, Ogawa dan aku berhasil mendapatkan dua gadis sebagai gebetan kami. Kami mengajak mereka ke sebuah rumah terbengkalai yang kabarnya berhantu untuk menuji keberanian, karena menurut kami itu cukup seru. Tempat itu memang seram. Aku merasa merinding hanya dengan berjalan mengelilinginya dan kami merasa ada sesuatu yang selalu mengawasi kami sepanjang waktu. Namun tak ada terjadi di sana dan kami akhirnya pulang setelah merasa bosan.


         Tiga hari kemudian, aku sedang bekerja dan seperti hari-hari lain, aku pulang terlambat. Ada sebuah aturan tak tertulis di kantorku bahwa pegawai junior tidak sepantasnya meninggalkan kantor sebelum seluruh pegawai senior pulang. Ketika aku akhirnya bisa pulang, tubuhku sudah sangat teramat lelah. Aku berjalan masuk ke dalam kamar apartemenku, mengunci pintunya, dan melepaskan sepatuku. Aku tak tahu mengapa, namun begitu aku melewati cermin, aku melakukan sesuatu yang seharusnya tidak aku lakukan. Perbuatanku itu sangatlah bodoh, aku tahu itu. Namun hal itu terlintas begitu saja di pikiranku dan saat itu aku merasa perlu untuk melakukannya.


         Agar tak membuat kalian bingung, sebaiknya aku menjelaskannya kondisi tempat tinggalku terlebih dulu. Apartemenku berjarak 15 menit dari stasiun kereta api. Kamarku bertipe studio [kamar luas tanpa penyekat] dengan sebuah lorong pendek menuju pintu masuk. Cermin itu berada di akhir lorong tersebut. Aku tak mau membicarakan terlalu banyak detail, namun Ogawa pernah memberitahuku tentang sebuah ritual kecil yang dapat kalian lakukan di depan cermin. Ia berkata, "Jika kamu berdiri di depan sebuah cermin dan membungkuk, kemudian melihat ke arah kanan, maka 'sesuatu' akan tampak."


         Aku sama sekali tak mengira sesuatu benar-benar akan terlihat, jadi aku melakukannya. Aku membungkuk di depan cermin lalu menoleh ke kanan.


        Begitu aku menoleh, aku bisa mengatakan ada sesuatu yang berada tepat di bagian tengah kamar apartemenku.


Apapun itu, ia terlihat sangat aneh.


         Tingginya tak lebih dari dua meter. Rambutnya panjang dan berantakan, menutupi sebagian besar wajahnya. Kertas-kertas mantera menutupi wajahnya, namun aku tak bisa mengatakan ada berapa banyak. Ketika aku melihat pakaiannya, aku cukup yakin pakaian itu sama seperti yang dipakaikan kepada jenazah pada upacara pemakaman. Selain itu, ia juga bergerak maju mundur, seperti meliukkan tubuhnya, secara berulang kali.


         Aku membeku saat itu juga. Aku bahkan tak mampu bersuara. Tubuhku terasa dilumpuhkan oleh rasa takut dan bingung. Otakku mencoba mecari penjelasan logis tentang apa yang sebenarnya terjadi dan apakah makhluk itu sebenarnya. Namun rasanya tak ada penjelasan yang masuk akal tentang apa yang kulihat saat itu.


         Aku ingin kalian mencoba memahami apa yang kualami saat itu. Coba tutuplah matamu dan bayangkan kalian berada di sebuah ruangan yang sangat sunyi. Kemudian bayangkan ada sesuatu yang berdiri di sana, mengamatimu.


         Jelas ritual itulah yang membawa makhluk itu ke sini, namun aku sama sekali tak mengerti apa yang terjadi saat itu. Pikiranku terlalu dipenuhi oleh rasa bingung dan takut. Makhluk itu seperti muncul entah dari mana dan anehnya lagi, kehadirannya serasa membuat udara di sekitarnya menjadi biru.


Kamar itu teramat sangat sunyi, sehingga aku merasa seperti waktu telah berhenti.


         Aku akhirnya berkesimpulan bahwa aku secepatnya harus pergi dari apartemen ini. Sepatuku masih tergeletak di lantai dan aku segera berusaha menggapainya, sementara mataku tetap terpaku pada makhluk itu. Aku tak tahu mengapa, namun aku merasa jika aku memalingkan wajahku dari makhluk itu, sesuatu yang buruk akan terjadi. Aku berjalan mundur keluar dari kamar. Biasanya hanya butuh 3 langkah untuk berjalan keluar dari cermin itu ke pintu keluar, namun aku berjalan sangat perlahan dan waktu seakan berjalan lebih lambat. Aku masih bisa melihat makhluk itu dari cermin, dan aku melihat bahwa makhluk itu menggerakkan tubuhnya makin cepat, ke depan dan ke belakang. Aku juga mendengar ia mulai mengeluarkan suara, seperti rintihan.


         Aku tak begitu ingat apa yang terjadi setelah itu. Yang kutahu, aku sudah berjalan menuju sebuah supermarket dekat stasiun. Aku lega begitu melihat masih ada banyak orang di sana. Namun aku masih tak bisa melepaskan pikiranku terhadap apa yang baru saja terjadi. Sebagian dari diriku merasa marah, sebab rumahku diinvasi oleh sesosok makhluk mengerikan. Sementara sebagian lain dari diriku mencoba tenang untuk mengingat, apakah aku tadi mengunci kamar apartemenku atau tidak.


         Aku terlalu takut untuk pulang ke rumah dan memutuskan menghabiskan malam di supermarket itu hingga pagi. Aku pulang ketika fajar telah menyingsing dan melihat kondisi di dalam kamarku. Makhluk itu telah lenyap. Aku kembali pergi keluar, mencoba menenangkan diri dengan meneguk sekaleng kopi dari vending machine. Aku mulai berpikir, apa tadi malam aku benar-benar melihat sesuatu, ataukah itu hanya khayalanku saja setelah lelah bekerja seharian? Hal-hal seperti itu mustahil terjadi kan?


         Matahari semakin merangkak naik ke atas ketika aku menghabiskan kopiku. Langit yang terang benderang memberikanku kepercayaan diriku dan aku pun masuk kembali ke kamarku. Aku tak melihat apapun sebab tirai jendela kamarku masih tertutup.


Namun ketakutanku menjadi nyata. Apa yang terjadi tadi malam bukanlah khayalanku.


         Makhluk itu meninggalkan jejak. Tempat dimana makhluk itu tadi malam berdiri tampak sangat kotor, seperti tertutup oleh lumpur yang berbau sangat menyesakkan. Jejak itu terlihat seperti bekas kaki. Semua itu membuktikan bahwa makhluk yang kulihat tadi malam benar-benar ada.


         Aku terhuyung mundur karena rasa takut. Telapak tanganku mulai berkeringat. Aku mulai menekan tombol lampu untuk menerangi ruangan, namun itu hanya membuatku menyadari sesuatu yang tak kalah mengerikan. Terdapat jejak lumpur yang sama di tombol lampu, yang kini mengotori jari tanganku yang tadi kugunakan untuk menekannya.


         Untuk sesaat aku merasa putus asa. Namun aku kemudian menyadari, tak ada yang bisa kulakukan sekarang, jadi sebaiknya aku menghadapinya saja. Aku yang membawa "dia" ke sini, jadi ini adalah tanggung jawabku sendiri. Kupikir aku adalah contoh yang baik dari seseorang bergolongan darah AB: aku bisa menjadi orang yang kurang bertanggung jawab, namun aku selalu memiliki cara untuk mengatasi masalah.


         Aku mencuci semua kotoran itu dan pergi mandi. Bagaimanapun menakutkan pengalaman tadi malam, tetap saja aku harus bekerja pagi ini. Jadi walaupun aku kurang tidur tadi malam, aku tetap bersiap-siap untuk berangkat kerja. Oya, bau itu ... aku melupakan bau menyengat di kamarku. Aku tetap saja tak bisa menyingkirkan bau memuakkan itu. Namun aku harus segera mengejar waktu untuk berangkat kerja, jadi aku berpikir lebih baik mengatasi masalah itu setelah pulang.


         Di kantor, aku berusaha sebaik mungkin untuk melakukan pekerjaanku dengan normal. Namun aku tahu satu hal, aku harus berbicara dengan Ogawa. Ia yang memberitahuku tentang segala proses untuk memanggil arwah itu. Jadi, mungkin ia bisa memberikan sedikit nasehat.


         Aku baru bisa berbicara dengannya saat makan siang, namun ia tak bisa memberikan informasi baru kepadaku. Ia hanya mengatakan hal-hal yang sudah kuketahui. Inilah percakapanku dengannya saat itu.


         "Hei, kau tahu tentang hal yang pernah kau katakan padaku," aku duduk di sampingnya, "Ketika kau berdiri di cermin, membungkuk sedikit, dan menoleh, kemudian hal yang menakutkan terjadi dan membuat apartemenmu berbau busuk? Nah, aku melakukannya dan hal itu benar-benar terjadi."


"Hah? Apa yang kau maksud?" Ogawa bahkan tampak tak memperhatikan apa yang baru saja aku katakan.


"Aku serius! Sesuatu, entah itu roh atau apa, datang setelah aku melakukan apa yang kau katakan."


         "Oh. Oke, kurasa aku tak ingat pernah mengatakannya." Ia bahkan sama sekali tak menoleh ke arahku dan terus menatap makanannya sambil mengunyah, seolah ia mengatakannya hanya untuk mengusirku.


         "Berhentilah bermain-main denganku!" aku memukul meja dengan telapak tanganku. "Ada sesuatu yang sangat menakutkan berdiri di dalam rumahku tadi malam!"


"Aku sama sekali tak tahu apa yang kau katakan!" ia bersikeras, matanya tampak menyipit karena kesal.


"Dan aku juga tak tahu apa yang terjadi!"


         Apapun yang kukatakan, tampaknya tidak ada yang membuatnya serius menanggapiku. Aku tahu, jika aku tak bisa membuatnya mempercayaiku, maka aku takkan mampu memperbaiki semua ini. Jadi aku ceritakan semua yang terjadi tadi malam. Ogawa awalnya tak mempercayaiku, namun ketika aku menyelesaikan ceritaku, akhirnya ia mulai menganggap ceritaku serius. Ia setuju untuk datang ke apartemenku sepulang kerja. Kami melanjutkan hari kami di kantor dengan bekerja, seolah tak terjadi apapun. Namun sepanjang hari itu, yang bisa kupikirkan hanyalah pulang dan membereskan semua masalah ini.


         Ketika kami sampai di apartemenku, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Aku membuka pintu depan, dan kami langsung diserang dengan bau busuk yang kucium tadi pagi. Aku dengan bodohnya meninggalkan rumah dengan jendela tertutup dan dengan suhu ruanganku yang hangat, aroma itu hanya bertambah buruk. Akhirnya, aku berhasil membuat Ogawa percaya kepadaku. Namun yang ia katakan hanyalah, "Apa-apaan ini?"


         Aku menduga ia akan memiliki suatu rencana untuk membantuku, namun nampaknya aku terlalu berharap. Ia hanya mengatakan bahwa aku harus "disucikan" dan ia akan mencari orang yang bisa membantuku. Ia seolah hendak melarikan diri dari tanggung jawab, secara harfiah, ketika ia meninggalkanku sendirian di kamarku. Akupun sendirian kembali. Kini harapanku hanyalah semoga salah satu kenalannya mampu membantu keluar dari semua masalah ini.


         Aku sama sekali tak ingin tidur di kamar apartemenku malam ini karena bau ini, jadi aku akhirnya bermalam di sebuah hotel kapsul. Aku tak tahu apakah aku mampu tinggal di sana lagi.


Hari berikutnya, aku memutuskan membolos kerja dan mengunjungi sebuah kuil. Aku mengatakan pada biksu disana tentang apa yang terjadi denganku, namun tampaknya ia tak mampu menolongku.


         "Saya tidak dilatih untuk hal-hal seperti ini." Ia masih mencoba untuk ramah, "Sudahkah anda berpikir untuk libur sebentar? Mungkin anda hanya mengalami strees dan butuh waktu untuk menenangkan diri.""


         Aku pergi ke hampir semua kuil terkenal di penjuru Tokyo, namun apa yang mereka katakan semua hampir sama. Aku akhirnya kelelahan dan siap untuk menyerah. Aku memutuskan untuk pulang ke Saitama, kampung halamanku, yang letaknya tak jauh dari Tokyo.


         Aku pulang tak hanya untuk bertemu orang tuaku saja. Aku kesana karena aku mengenal seorang biarawati bernama Miss Akagi. Aku tak bisa memikirkan orang lain yang bisa membantuku selain beliau. Aku akan menceritakan tentangnya agar lebih masuk akal bagi kalian.


         Ibuku berasal dari Nagasaki, dan begitu pula nenekku. Aku tak tahu, mungkin karena perang atau apa, namun nenekku adalah seorang penganut Buddha yang amat taat. Beliau rajin pergi ke kuil seminggu sekali dan di kuil itulah tinggal Miss Akagi. Beliau di sana bertindak sebagai kepala biara, atau biksuni, atau apapun kalian ingin menyebutnya. Aku hanya pernah bertemu dengan Miss Akagi beberapa kali, namun aku tahu bahwa aku bisa mempercayai beliau. Miss Akagi bahkan cukup terkenal di daerah itu. Walaupun di luar sana mungkin banyak dukun2 palsu dan sebagainya, namun ketika kau melihat seperti apa Miss Akagi, kalian akan tahu bahwa kemampuan beliau adalah sungguhan.


         Miss Akagi sangat lembut dan berbicara dengan ramah pada semua orang. Ketika aku masih duduk di bangku SMP, keluargaku memutuskan membeli sebuah tanah dan membangun rumah di atasnya. Aku tak tahu apa nama upacara itu, namun kami memiliki suatu kebiasaan untuk "membersihkan" rumah yang baru saja kami beli atau bangun. Nenekku memanggil Miss Akagi dan beliau sendiri yang memimpin upacara tersebut. Ternyata, menurut beliau banyak hal-hal "buruk" yang berkaitan dengan tanah itu, namun tak ada yang perlu kami khawatirkan setelah upacara itu selesai.


Aku tahu aku bisa bergantung pada beliau.


         Karena aku menghabiskan hampir seharian berkeliling mencari pendeta di Tokyo, aku baru sampai di kota asalku jam 9 malam. Kota ini sebagian besar terdiri atas bangunan pabrik, jadi tidak seperti Tokyo, tak banyak orang berkeliaran di malam hari seperti ini.


         Aku berjalan dengan cepat dari pemberhentian bus ke rumah orang tuaku, yang berjarak 20 menit. Jalanan hampir kosong, kecuali untuk beberapa lampu jalanan yang masih menyala. Masih teringat jelas di kepalaku apa yang terjadi tadi malam dan aku tak melihat tanda-tanda dari makhluk yang menghantui kamarku itu. Namun lebih buruk lagi, aku mulai merasakan ada yang aneh dengan diriku.


         Walaupun matahari telah terbenam dan suhu udara cukup dingin, aku merasakan bagian belakang leherku sangat panas. Sangat sulit untuk menggambarkan bagaimana rasanya, namun rasanya seperti ada tali yang melingkar dan digesek-gesekkan ke leherku. Aku mulai meraba bagian yang panas itu dengan tanganku. Masih terasa panas. Bulu kudukku mulai berdiri dan aku mulai mencoba merasakan bagian tubuhku yang lain dengan telapak tanganku. Semuanya masih terasa sedikit dingin karena udara malam. Hanya leherku yang terasa panas, sangat panas. Aku juga mulai merasakan sensasi seperti disengat.


Aku berhenti berjalan dan mulai berlari ke rumahku.


==== Bersambung ====


Ayo, jangan terlalu serius ya.. Apa lagi sampai terlalu memikirkan sosok 'itu' hiii...