HITCH-HIKE (part 4/4)
Apa yang sedang ia bicarakan? Jelas2 kami menumpang RV itu di luar tokonya. Aku bahkan melihat si ayah membeli perban dan lain-lain di toko ini dan membayarnya kepadanya!
Aku mulai merasa cemas. Aku dan Kazuya kembali bertatapan.
“Permisi,” kata Kazuya, “Saya perlu pergi ke toilet.”
Akupun mengikutinya dan kami segera menutup pintu di belakang kami.
“Aku tak mau berpikir bahwa ia membohongi kita, namun .... apa mungkin ia bekerja sama dengan mereka? Mungkin mereka berada dalam satu kelompok, atau sekte ... dan mereka semua berteman. Aku benar-benar tak mengerti.” Ia terdiam sebentar sebelum melanjutkan, “Well, yang pasti kita tak bisa tinggal di sini. Coba kita tanya sopir truk itu, mungkin ia bisa membawa kita ke suatu tempat.”
Itu sepertinya menjadi satu2nya pilihan yang kami punya. Ketika kami hendak meninggalkan kamar mandi, tiba-tiba kami mendengar sesuatu dari balik salah satu bilik.
Seseorang sedang menyiulkan nada Mickey Mouse’s March.
Mungkin karena hari itu masih siang, atau mungkin karena alasan lain, aku lebih merasa marah ketimbang takut. Kazuya tampaknya juga merasakan hal yang sama.
“Buka pintu sialan ini!” Kazuya menendang pintu itu hingga terbuka.
Di dalamnya, seorang pemuda berseragam sekolah tampak dengan ketakutan menatap kami. “A ... apa yang kalian inginkan?”
“Oh ... oh ... maaf!” Kazuya merasa salah tingkah. Untunglah tak ada siapapun di luar kamar mandi yang mendengar apa yang barusan kami lakukan. Setelah meminta maaf kepada anak itu, kami meninggalkan kamar mandi dan melihat sang pemilik toko sedang bercakap-cakap dengan sopir tersebut.
“Terima kasih atas bantuan anda, pak.” kata Kazuya dengan sopan pada sang pemilik toko. Kemudian ia beralih kepada sang sopir truk, “Hei, apakah kami bisa meminta tumpangan sampai ke kota? Kami berjanji itu akan setimpal dengan waktumu.” Ia lalu membeli sebungkus rokok yang sama seperti yang sopir itu miliki dan membayarnya. Sepertinya Kazuya adalah seorang negosiator yang handal, pikirku.
Tak ada satupun di antara kami yang hendak melaporkan kejadian tersebut kepada polisi. Semuanya terkesan sangat sureal – tak nyata – untuk dipercaya. Dan aku ingin melupakannya sesegera mungkin. Walaupun kuakui aku menyesal kehilangan tasku beserta seluruh bajuku di dalamnya.
Tanpa kami sadari, kami berdua terlelap di dalam truk. Ketika kami bangun, truk sedang berhenti dan sang sopir membelikan kami yakisoba (sejenis mie goreng). Kami menyantapnya di dalam truk.
Ketika truk mulai berjalan, Kazuya kembali tertidur. Aku sudah merasa tak begitu lelah sehingga aku hanya bersantai sambil bersandar di kursi. Aku menatap keluar, mencoba menyaksikan pemandangan sambil merenungkan kembali kejadian mengerikan yang baru saja kami alami. Siapa sebenarnya mereka? Dan tangisan gadis itu ...
“Ah!” tanpa sadar aku berteriak ketika aku menyadarinya.
“Ada apa?” tanya sang sopir truk.
“Kumohon, hentikan truknya!”
“Apa?”
“Maafkan saya, ini hanya akan makan waktu satu menit. Sebentar saja!”
“Kamu ingin turun di sini?” tanyanya sambil memelankan truk dan akhirnya berhenti. “Kota masih jauh, kau tahu?”
Kazuya terbangun ketika aku membuka pintu.
“Hei, apa yang terjadi?”
“Lihat itu!”
Aku menunjuknya, dan Kazuya langsung membisu ketika melihatnya juga.
Mobil RV itu terparkir di pinggir hutan.
Tak ada keraguan sedikitpun, itu mobil yang sama. Warnanya, bentuknya, semua sama. Bahkan ada palang merah yang dicoretkan di pintu RV itu. Namun ada sesuatu yang salah, benar-benar salah ....
RV itu tampak bobrok. Kelihatannya mobil itu teronggok begitu saja di sana selama puluhan tahun. Bodinya tampak peyot dan berlekuk di sana-sini. Warnanya mulai pudar dan tampak berkarat. Semua bannya rata dan jendelanya pun pecah. Bahkan tumbuhan merambat mulai menjalari tubuh mobil itu.
“Maafkan kami, namun bisakah anda menunggu kami selama beberapa menit? Kami harus memeriksanya. Sebentar saja ya?” aku memohon dan akhirnya ia setuju. Kazuya dan aku segera turun dan menghampiri RV itu.
“Apa-apaan ini?” sebelum aku sempat mengatakannya, Kazuya sudah mengucapkannya duluan. Ketika kami semakin dekat dengan mobil itu, semakin kami yakin itu RV yang sama.
Hari masih siang dan ada beberapa mobil yang lalu lalang, dan itu memberikan kami keberanian untuk mendekatinya.
Ini sama sekali mustahil, pikirku. Aku mencoba membuka pintu RV itu dan segera bau busuk menyeruak keluar dari dalamnya.
“Hei! Hei! Lihat ini! Aku benar-benar tak percaya!” seruku ketika melihat sesuatu teronggok di kursi belakang, “Tas kita! Barang2 kita semua ada di sini!”
Namun tas kami dan semua isinya ... sama seperti mobil itu, terlihat seperti sudah berumur puluhan tahun! Pakaian yang kami tinggalkan, seakan semua telah membusuk.
“What the hell ...” pekik Kazuya. Kami tak bisa mencari penjelasan logis dari semua ini. Yang kuinginkan hanya segera keluar dari mobil terkutuk ini.
“Ayo cepat pergi dari iini!” serunya. Kurasa ia sama ketakutannya dengan aku saat ini. Saat kami hendak meninggalkan mobil itu, tiba-tiba ... BANG! Terdengar suara dari pintu di belakang. Di toilet RV itu, ada yang memukul bagian dalamnya.
Aku segera menoleh. Pintunya masih tertutup rapat. Aku sama sekali tak memiliki keberanian untuk membukanya.
Kami mulai ketakutan. Apa kami benar-benar mendengarnya? Tak ada satupun di antara kami yang benar-benar yakin. Mungkin memang ada sesuatu di dalam situ, tupai atau hewan liar lain.
Namun yang kudengar berikutnya, aku sangat yakin itu bukanlah tupai.
“MAAAAAAAA!”
Kami segera berlari kembali ke truk secepat mungkin sambil berteriak seperti orang gila. Kami berdua segera masuk dan aku segera menyadari, entah karena alasan apa, sang sopir truk itu juga terlihat gemetar. Tanpa mengatakan sepatah katapun, ia segera menyalakan truk dan meluncur pergi.
“Apa yang terjadi?” aku lebih penasaran dengan ekspresi sang sopir truk yang tiba2 saja tampak ketakutan seperti kami.
“Oh, tidak ada apa2.” Ia meraih rokoknya dan mulai menghisapnya. Ia tampak gugup. “Kupikir aku hanya salah lihat tadi ... Semuanya baik2 saja kok.”
“Kami perlu tahu apa yang anda lihat barusan!” Kazuya memohon, “Ceritakanlah, please!”
“Well, kupikir aku melihat seseorang tadi.” katanya dengan gugup, “Ia berada di balik pepohonan, memperhatikan kalian saat kalian berdua sedang mengecek keadaan mobil itu. Dia hanya ... dia hanya diam berdiri di sana dan menatap kalian, mengawasi kalian. Benar-benar membuatku merinding.”
“Apa dia memakai topi ... semacam topi koboi?”
Sopir itu menoleh kepadaku dengan ketakutan, “Ba ... bagaimana kalian tahu? Apa kalian juga melihatnya?”
Kami bertiga terdiam selama sekitar setengah jam. Ketika kami semakin dekat dengan kota yang kami tuju, rasa penasaranku akhirnya tak terbendung lagi. Masih ada sesuatu lagi yang harus kutanyakan pada sopir ini.
“Ehm ... di dekat tempat dimana anda mengangkut kami tadi, ada pegunungan di dekat sana bukan?”
“Hmmm ... ya benar. Ada apa memangnya?”
“Apa pernah terjadi sesuatu di sana?”
“Hmm ... coba aku ingat2. Oh, pernah ada seorang wanita yang terbunuh di sana. Apakah hal seperti itu yang kau maksudkan? Sebab selain kejadian itu, tak ada peristiwa lain yang mencolok pernah terjadi di sana.”
“Seorang wanita terbunuh? Apa ... apa kejadiannya berlangsung di dalam kamar mandi?”
“Yah, kurasa begitu seingatku.” Sopir itu memandang kami sejenak sebelum akhirnya kembali memperhatikan jalan, “Dari mana kalian tahu?”
Kami tak memiliki penjelasan logis mengenai hal itu, jadi kami memutuskan untuk tidak menjawabnya.
Ketika akhirnya kami tiba di kota, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada sang sopir. Kami menginap malam itu di sebuah hotel dan keesokan harinya, kami langsung pulang menggunakan kereta shinkansen.
Aku mencoba tak memikirkan kembali apa yang terjadi terhadap kami, namun kadang kala aku hanya tak bisa melupakannya. Siapa orang-orang itu? Apa mereka benar-benar ada? Atau mereka hanyalah ilusi semata? Apakah mereka berasal dari dunia ini? Dan suara tangisan yang kami dengar di kamar mandi – suara siapa itu? Dan semua hal mengenai RV yang terbengkalai itu dan tas kami yang menjadi usang seakan sudah berumur puluhan tahun – apa arti semua itu?
Sudah 7 tahun semenjak kejadian itu, namun kurasa siapapun takkan bisa melupakan peristiwa setraumatis itu.
Kazuya berubah semenjak pengalaman kami hitch-hiking. Ia tak lagi menjadi playboy dan mulai serius menata hidupnya.
Sedangkan aku, seringkali aku masih bermimpi buruk tiap malam. Bermimpi tentang keluarga aneh dan RV itu. Bermimpi mendengar suara siulan Mickey Mouse’s March itu.
Dan kadangkala walaupun aku sudah terbangun, aku masih bisa mendengarnya.
=== END ===
source: mengakubackpacker.blogspot.com
author: -