Juli 18, 2016

Creepypasta - Hitch-Hike part 3/4

HITCH-HIKE (part 3/4)

creepypasta indonesia, creepypasta jepang, kumpulan creepypasta

Aku mulai panik, namun kemudian aku mendengar suaranya di belakangku.


“Kamu sudah bangun?”


Aku menoleh dengan lega, “Darimana kau?”


“Apa kau tak mendengarnya?” ia memegang sebuah batang kayu yang besar, seakan ia bersiap untuk menyerang seseorang.


“Apa yang kau ...”


“Ssssst!”


Aku terdiam dan memfokuskan telingaku. Ia benar, aku bisa mendengar sesuatu dari kejauhan, suara siulan. Mickey Mouse’s March. Suaranya sungguh jernih dan indah.


Namun yang kami rasakan saat mendengarnya hanyalah rasa takut.


“Itu ...”


“Orang itu ...”


“Ia mencari kita!”


Sekali lagi kami berlari di dalam hutan. Hari mulai terang sehingga kami bisa melihat jauh lebih baik.


Kemungkinan kami tersandung berkali-kali seperti tadi malam berkurang drastis dan kecepatan kami bertambah. Kami pasti sudah berlari selama 20 menit ketika aku melihat sebuah lapangan kecil. Lapangan itu terlihat seperti tempat parkir. Akhirnya aku melihat sebuah kota di kejauhan, jauh di balik pepohonan. Kami benar-benar berlari cukup jauh tadi malam.


Kazuya mengatakan bahwa perutnya sakit dan ia perlu menggunakan kamar mandi yang berada tepat di samping tempat parkir itu. Aku ingin pergi ke sana juga, namun karena pria berpisau besar itu bisa muncul kapanpun, aku tak mau terjebak di dalam sebuah bilik sempit ketika hal itu terjadi.


Ketika Kazuya berada di dalam kamar mandi, aku berjaga-jaga di luar.


“Ah brengsek! Kamar mandi ini kotor sekali. Ada banyak nyamuk dan ah ... benda-benda berjejal di dalam sini. Tapi ini lebih baik daripada nggak ada.” Kazuya tetap saja bermulut besar dalam kondisi genting seperti ini.


“Eh, ada seseorang menangis?” seru Kazuya dari dalam kamar mandi.


“Apa?”


“Kupikir aku mendengar seseorang menangis di kamar mandi wanita. Apa kau melihat ada seorang gadis menangis di sana?”


Aku juga mulai mendengarnya, suara isakan pelan seorang gadis dari dalam kamar mandi perempuan. Kami berdua terdiam sejenak. Apa ada wanita di dalam kamar mandi itu? Mengapa ia menangis?


“Hei, coba cek keadaannya.” kata Kazuya, masih di dalam biliknya, “Tangisannya bertambah keras.”


Sejujurnya, aku merasa takut. Namun jika seseorang menangis di kamar mandi di tengah antah berantah, bisa saja sesuatu yang buruk terjadi padanya. Aku memberanikan diriku untuk mengetuk pintu kamar mandi perempuan. Aku masih bisa mendengar suara tangisan gadis itu dari balik pintu.


“Maaf, apa anda baik-baik saja?”


Tak ada jawaban. Ia masih saja menangis.


“Apa anda sakit? Maaf menganggu anda, apa saya bisa membantu anda?”


Namun suara tangisannya justru semakin menjadi-jadi dan gadis itu tetap tak menjawab.


Kemudian saat itulah aku mendengar suara mobil di areal parkir di luar mobil.


Aku merasa ketakutan dan segera berlari ke kamar mandi laki-laki dan mengetuk pintu bilik dimana Kazuya berada.


“Cepat keluar!”


“Ada apa?”


“Aku mendengar suara mobil. Itu mungkin mereka! Cepat segeralah keluar!”


“O ... oke!” aku mendengar Kazuya menutup resletingnya dan keluar dari bilik kamar mandi. Aku bisa melihat RV itu melaju mendekat dari pintu kamar mandi yang separuh terbuka. “Oh, ini tidak bagus ....”


“Jika kita berlari keluar, jelas mereka akan melihat kita. Satu-satunya cara adalah bersembunyi di dalam kamar mandi ini!” Aku berhenti memikirkan gadis yang tengah menangis itu dan menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.


Kumohon, kumohon jangan berhenti di sini! Terus saja! Terus ....


“Hei ... apa mereka melihat kita?” Kazuya berbisik. Harapan kami sirna. Kami mendengar suara moobil diparkir di depan kami. Kami mendengar suara mesin mobil dimatikan, kemudian suara pintu mobil terbuka dan menutup, diikuti suara langkah kaki mendekati kamar mandi.


Aku dan Kazuya memutuskan kembali masuk ke bilik. Di belakang kami ada sebuah jendela dan di luarnya adalah tebing setinggi 5 meter. Selama tak ada yang mengetahui kami besembunyi di sini, kami akan baik-baik saja. Namun jika ada yang memergoki kami, kami akan melompat. Cukup tinggi memang, namun kurasa kami takkan terluka parah jika melompat di ketinggian seperti itu.


“Kumohon jangan masuk ke sini! Pergi saja!” aku terus berdoa.


Gadis itu masih tak berhenti menangis. Apakah keluarga itu juga akan melakukan sesuatu terhadapnya? Aku sangat mengkhawatirkan hal itu.


Seseorang masuk ke dalam kamar mandi laki-laki. Kami hanya bisa mendengar suara langkah kakinya dari balik pintu bilik yang tertutup.


Kemudian terdengar suara kucuran air. Ia tengah buang air kecil.


“Ah, rasanya enak sekali. Haleluya!”


Terdengar kembali suara langkah kaki berderap, aku menduga itu adalah si kembar.


Gadis itu pasti sudah ditemukan, sebab aku mendengar suara si ibu dari dalam kamar mandi perempuan, “Di sini tidak ada tisu toilet!”


Gadis itu masih terisak ketika para laki-laki meninggalkan kamar mandi.


Aneh.


Keluarga itu sama sekali tak bereaksi pada suara tangisan gadis itu. Ketika sang ibu akhirnya pergi, aku mendengar suara mereka ikut menjauh.


Tidak mungkin mereka tak menyadari keberadaan gadis itu. Ia masih menangis di sana!


Kazuya dan aku saling bertatapan. Bingung. Dan kemudian kami mendengar suara sang ayah dari luar.


“Kita harus menunggu dia dulu .... dia akan datang ...” katanya. Namun kami tak bisa menebak siapa atau apa yang tengah ia tunggu.


Si kembar terdengar mengkhawatirkan sesuatu. Sejenak kemudian, terdengar suara tamparan keras diikuti suara tangisan si kembar.


Perjalanan kami telah berubah menjadi mimpi buruk. Kami hanya ingin bersenang-senang. Bagaimana mungkin perjalanan kami menjadi mengerikan seperti ini?


Hingga detik itu, kami masih merasa ketakutan. Namun pada suatu titik, hati kami tiba-tiba dibanjiri dengan kemarahan.


“Kita bisa mengambil RV mereka dan pergi!” Kazuya berbisik, “Kita tinggal memukul orang tua itu dan si kembar itu juga tampaknya tak terlalu sulit untuk diatasi. Jika kita mau melakukannya, kita harus melakukannya sekarang. Si pria tinggi itu tampaknya tak sedang bersama mereka.”


Namun aku tak begitu yakin dengan rencana Kazuya. Walaupun ide itu terdengar bagus, namun aku pikir lebih aman bersembunyi di sini jikalau mereka benar-benar tak menyadari kehadiran kami. Biarkan saja mereka pergi dan mencari kita di tempat lain.


Belum lagi, gadis itu masih ada di dalam kamar mandi. Begitu keluarga aneh itu pergi, aku ingin mengecek keadaannya, apakah ia baik-baik saja atau tidak. Aku mengatakan hal ini pada Kazuya dan ia dengan enggan menyetujui rencanaku.


“Oh, dia sudah datang!” aku mendengar seruan sang ibu. Nampaknya orang yang selama ini dinanti keluarga itu akhirnya tiba. Aku mendengar suara percakapan kecil namun tak bisa mengira-ngira apa yang sedang mereka bicarakan. Langkah kaki kembali terdengar menuju ke kamar mandi.


Mickey Mouse’s March. Siulan itu. Tentu saja, jelas sekali orang itu yang mereka tuggu. Pria tinggi besar itu sambil bersiul gembira menggunakan urinal. Suara tangisan gadis itu menjadi semakin keras. Mengapa? Mengapa keluarga itu tidak memperhatikan keberadaan gadis itu?


Akhirnya suara ratapan itu berakhir dengan jeritan ketika akhirnya tak terdengar lagi.


Apa mereka melakukan sesuatu terhadapnya? Apa mereka menemukannya? Namun bagaimana? Pria besar itu ada di dalam kamar mandi pria. Aku dan Kazuya juga tak mendengar seseorang memasuki kamar mandi wanita.


Suara siulan dan langkah kaki pria itu terdengar semakin menjauh ketika ia meninggalkan kamar mandi. Aku mulai khawatir jika ia pergi ke sebelah dan menarik gadis itu kelar, sehingga aku menengok keluar melalui jendela untuk melihat apa yang terjadi. Aku melihat pria tinggi itu masih menggunakan topi koboinya dan bersiul.


“NAH, DISANA KAU RUPANYA!!!!”


Pria tinggi itu berseru dan aku segera menarik kepalaku masuk kembali. Apa dia melihatku? Kazuya masih memegang batang kayu yang ia temukan di hutan pagi ini (yang selalu ia bawa serta sejak itu), bersiap-siap untuk memukulkannya.


“Ya benar! Ya benar!” suara sang ibu terdengar gembira.


“Itu benar-benar dosa yang sangat berat!” seru sang ayah diikuti suara tawa si kembar.


“Apa kau mendengar mereka menangis?” sang pria bertubuh tinggi bertanya. Ia terdengar sangat puas dan bangga dengan dirinya sendiri.


“Yap! Yap!” jawab si ibu.


“Menangis seperti bayi. Itu adalah penebusan. Haleluya!” kata sang ayah kembali, lagi2 diikuti tawa si kembar.


Aku sama sekali tak mengerti apa yang mereka bicarakan, namun sepertinya mereka tak sedang membicarakanku dan Kazuya. Akhirnya terdengar suara mesin mobil menyala dan mereka tampaknya meninggalkan lapangan parkir.


Hari sudah pagi dan cahaya matahari bersinar sangat terang. Tak ada yang perlu kami takutkan. Mereka sudah pergi, benar-benar pergi. Aku sudah memastikannya. Kini giliranku untuk memeriksa keadaan gadis itu.


Namun ketika aku masuk, semua pintu bilik kamar mandi dalam keadaan terbuka dan tak ada siapapun di sana.


Apa-apaan ini?


Kazuya masuk dan menepuk bahuku, “Hei, apakah kau tidak menyadari sesuatu yang aneh?” bisiknya, “Kupikir sejak awal memang tak ada siapapun di sini.”


Apakah itu semua hanya halusinasi? Namun bagaimana mungkin kami berdua sama-sama bisa mendengarnya bila itu semua hanya imajinasi?


Jalan yang berada di depan lapangan parkir tersebut pada akhirnya akan membawa kami ke jalan yang lebih besar, bahkan sebuah kota. Namun kami tahu jika kami menyusuri jalan ini, besar kemungkinannya kami akan bertemu kembali dengan mereka. Kami akhirnya memutuskan untuk memotong jalan melalui hutan. Kami bisa melihat kota dengan jelas dari tempat dimana kami berdiri, kelihatannya tidak begitu jauh. Selain itu matahari bersinar sangat terang jadi kami sama sekali tidak takut akan tersasar lagi.


Kami berdua hanya membisu ketika menyusuri hutan. Dua jam kemudian, kami menemukan sebuah jalan raya yang besar, sepertinya itu jalan antarpropinsi. Kami tak membawa baju ganti ataupun barang lain. Kepada siapa kami meminta bantuan? Entah mengapa, pemilik toko kelontong yang kemarin menawarkan bantuannya adalah satu2nya yang terlintas di benak kami.


Kami menanti di jalan tersebut dan akhirnya kami mendapatkan tumpangan dari sebuah truk. Sopir truk itu agak kaget dan curiga melihat tubuh kami begitu kotor dan kami muncul begitu saja dari tengah hutan. Namun setelah kami menjelaskan apa yang telah terjadi, ia dengan cepat membiarkan kami menumpang.


Tentu saja kami tak mengatakan yang sesungguhnya (bahwa kami dikejar oleh keluarga yang kemungkinan kanibal), namun hanya menjelaskan bahwa kami berkemah di gunung dan tersesat ketika sedang hiking. Kami meminta untuk diturunkan di sebuah toko kelontong dimana kami berada tadi malam. Sopir truk itu tak hanya mengatakan ia tahu dimana toko itu, namun ia juga sering berbelanja di sana juga.


Setelah sejam, kami akhirnya tiba di toko yang dimaksud. Pemilik toko tahu kami pergi bersama keluarga dengan RV itu, jadi kami menceritakan kepadanya semua yang kami alami. Namun di tengah cerita, ia mulai melihat kami dengan tajam, seolah ia tak mempercayai tiap kata yang keluar dari mulut kami.


“Apa? Kalian masuk ke dalam RV? Tidak, itu tak mungkin! Kemarin malam, kalian berdua keluar dari toko ini dan mulai berjalan di sepanjang jalan besar. Aku mencoba menghentikan kalian bahkan sempat mengikuti kalian beberapa saat, namun kalian sama sekali tak mengindahkan panggilanku. Aku pikir mungkin kalian merasa tak enak dengan tawaranku untuk mengantar kalian, namun aku justru merasa lebih buruk ketika melihat kalian pergi begitu saja seperti tadi malam. Sebenarnya apa yang terjadi dengan kalian?”


=== BERSAMBUNG ===